Setiap bisnis pasti ingin produknya laku dan dikenal banyak orang. Namun, promosi yang hebat tidak akan efektif jika dilakukan kepada audiens yang salah. Itulah mengapa customer persona menjadi elemen penting dalam strategi pemasaran modern. Dengan memahami siapa pelanggan idealmu, setiap pesan, penawaran, hingga fitur produk dapat disesuaikan agar lebih relevan dan menarik.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mulai dari pengertian customer persona, contohnya dalam praktik bisnis, hingga perbedaannya dengan buyer persona.
Apa Itu Customer Persona?
Customer persona adalah representasi fiktif dari pelanggan ideal yang dibuat berdasarkan data nyata dan riset mendalam. Konsep ini menggambarkan karakteristik, perilaku, motivasi, serta tantangan yang dihadapi calon pelanggan.
Berdasarkan studi pengguna persona, penggunaan buyer persona secara aktif dapat meningkatkan efektivitas kampanye marketing (misalnya open rate atau click-through rate) berkali-lipat dibanding kampanye generik. Banyak praktisi menyebut peningkatan kinerja dua sampai lima kali lipat ketika pesan disesuaikan dengan persona audiens.
Membuat customer persona bukan sekadar menebak siapa yang tertarik dengan produkmu, tetapi mengidentifikasi siapa yang benar-benar membutuhkan dan berpotensi membeli. Biasanya, customer persona mencakup:
-
-
- Nama dan usia fiktif (misalnya “Rina, 28 tahun”)
- Profesi dan latar belakang pekerjaan
- Tujuan atau kebutuhan utama
- Masalah atau pain point yang ingin diatasi
- Perilaku belanja dan preferensi komunikasi
-
Dengan informasi ini, bisnis dapat menyesuaikan gaya komunikasi, memilih kanal pemasaran, dan menentukan strategi penjualan yang lebih tepat.
Mengapa Customer Persona Penting dalam Bisnis?
Membuat customer persona membantu bisnis memahami pelanggan bukan hanya sebagai target angka, tetapi sebagai manusia dengan kebutuhan dan preferensi unik. Beberapa manfaat strategisnya antara lain:
Pesan Pemasaran Lebih Tepat Sasaran
Konten dan iklan bisa disesuaikan berdasarkan minat atau permasalahan pelanggan. Misalnya, audiens yang sensitif terhadap harga akan lebih merespons promosi discount-driven, sementara segmen profesional muda mungkin tertarik pada efisiensi dan kemudahan penggunaan produk.
Efisiensi Biaya Iklan dan Kampanye
Dengan mengetahui siapa target sebenarnya, bisnis dapat mengurangi pemborosan anggaran pada audiens yang tidak relevan.
Meningkatkan Pengalaman Pelanggan
Data persona dapat digunakan untuk menciptakan pengalaman yang lebih personal mulai dari isi email, rekomendasi produk, hingga percakapan otomatis di WhatsApp melalui Chatbot AI.
Memperkuat Strategi Produk dan Layanan
Persona membantu tim produk memahami fitur apa yang benar-benar dibutuhkan pelanggan, bukan sekadar yang diinginkan perusahaan.
Contoh Customer Persona
Berikut contoh sederhana customer persona untuk bisnis kuliner:
Nama: Rina Santoso
Usia: 29 tahun
Pekerjaan: Pegawai kantor di Yogyakarta
Pendapatan: Rp7 juta/bulan
Tujuan: Mencari makanan cepat saji yang enak dan praktis saat jam istirahat kerja.
Pain Point: Sering bosan dengan menu yang itu-itu saja, sulit menemukan restoran yang bisa pesan lewat WhatsApp.
Perilaku Belanja: Memesan makanan online minimal 4x seminggu, sering melihat promo di Instagram.
Preferensi Komunikasi: Respon cepat via chat, visual menu menarik, dan diskon untuk pelanggan setia.
Dengan persona ini, restoran bisa menyesuaikan strategi promosinya. Misalnya, mengirimkan pesan otomatis melalui Chatbot AI berisi menu harian dan promo makan siang, lengkap dengan gambar dan tombol Order Now di WhatsApp.
Kesalahan Umum dalam Membuat Customer Persona
Membuat customer persona memang terdengar sederhana, tapi banyak bisnis justru terjebak dalam kesalahan yang membuat hasilnya tidak akurat. Berikut beberapa kesalahan umum yang sering terjadi:
-
-
- Berdasarkan asumsi, bukan data.
Banyak persona dibuat hanya dari tebakan tanpa riset atau wawancara langsung dengan pelanggan. - Terlalu banyak persona.
Semakin banyak persona, semakin sulit bisnis memprioritaskan strategi komunikasi dan pemasaran. - Tidak memperbarui persona.
Perilaku pelanggan bisa berubah seiring tren dan teknologi. Persona yang tidak diperbarui bisa membuat strategi bisnis ketinggalan. - Mengabaikan konteks emosional.
Persona bukan sekadar data demografis; faktor emosi, motivasi, dan pain point pelanggan justru yang membuat persona menjadi “hidup”.
- Berdasarkan asumsi, bukan data.
-
Menghindari kesalahan ini membantu bisnis menciptakan persona yang benar-benar relevan dan bisa digunakan untuk menyusun strategi marketing, konten, maupun pengembangan produk.
Baca juga: Mengapa Manajemen Data Pelanggan Penting untuk UMKM
Perbedaan Customer Persona dan Target Audience
Banyak orang masih mengira customer persona dan target audience itu sama, padahal keduanya memiliki fungsi dan tingkat kedetailan yang berbeda.
Target audience menggambarkan kelompok besar calon pelanggan berdasarkan karakteristik umum seperti usia, lokasi, pendapatan, atau minat. Misalnya, “wanita usia 20–35 tahun yang tertarik dengan skincare lokal.”
Sementara itu, customer persona jauh lebih spesifik dan berbasis data nyata. Persona mencakup detail tentang perilaku, motivasi, tantangan, hingga tujuan seseorang dalam mengambil keputusan pembelian. Misalnya, “Ayu, 27 tahun, pekerja kantoran yang mencari skincare tanpa bahan kimia karena kulitnya sensitif.”
Perbedaan ini penting karena persona membantu bisnis berkomunikasi secara lebih personal, bukan sekadar menargetkan kelompok pasar luas. Jadi, target audience membantu menentukan arah, sementara customer persona memastikan pesan bisnis sampai ke hati pelanggan yang tepat.
Customer Persona vs Buyer Persona, Apa Bedanya?
Kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian, padahal memiliki fokus yang sedikit berbeda.
| Aspek | Customer Persona | Buyer Persona |
|---|---|---|
| Fokus Utama | Pelanggan yang sudah membeli atau menggunakan produk | Calon pembeli yang masih dalam tahap pertimbangan |
| Tujuan | Memahami perilaku pengguna untuk meningkatkan retensi | Memahami motivasi pembelian untuk meningkatkan konversi |
| Data yang Digunakan | Berdasarkan interaksi nyata, feedback, data CRM | Berdasarkan riset pasar dan segmentasi audiens |
| Contoh | Pelanggan setia yang sering membeli ulang | Prospek yang melihat iklan tapi belum melakukan pembelian |
Dengan memahami keduanya, bisnis bisa membuat strategi end-to-end: mulai dari menarik calon pembeli (buyer persona) hingga mempertahankan pelanggan setia (customer persona).
Cara Membuat Customer Persona yang Efektif
Berikut langkah-langkah sederhana untuk mulai membuat customer persona:
-
-
- Kumpulkan Data Nyata
Gunakan data dari transaksi, survei pelanggan, atau interaksi di media sosial. - Analisis Pola dan Segmentasi
Kelompokkan pelanggan berdasarkan kesamaan perilaku atau kebutuhan, misalnya pelanggan yang membeli karena harga, lokasi, atau kenyamanan. - Tentukan Tujuan Persona
Setiap persona harus punya tujuan spesifik, seperti “meningkatkan repeat order” atau “membangun awareness produk baru.” - Beri Identitas yang Mudah Diingat
Gunakan nama dan deskripsi nyata agar tim pemasaran lebih mudah memahami audiensnya. - Perbarui Secara Berkala
Perilaku pelanggan bisa berubah seiring waktu, jadi persona perlu dievaluasi minimal setiap 6–12 bulan sekali.
- Kumpulkan Data Nyata
-
Customer Persona dalam Konteks B2B vs B2C
Pendekatan membuat customer persona akan berbeda tergantung pada model bisnis yang dijalankan apakah B2B (Business to Business) atau B2C (Business to Consumer).
Pada B2C, persona biasanya mewakili individu yang mengambil keputusan sendiri. Fokusnya ada pada pengalaman pribadi, preferensi, dan faktor emosional dalam pembelian. Misalnya, pelanggan membeli produk karena terinspirasi influencer atau tertarik pada kemasan menarik.
Sedangkan pada B2B, keputusan pembelian dilakukan oleh tim atau bahkan beberapa level manajemen. Persona B2B lebih kompleks karena harus mempertimbangkan jabatan, tanggung jawab, tujuan perusahaan, serta proses pengambilan keputusan yang lebih panjang dan berbasis data.
Dengan memahami perbedaan ini, bisnis dapat menyesuaikan gaya komunikasi. Untuk B2C, gunakan pendekatan yang lebih personal dan emosional. Untuk B2B, gunakan bahasa yang lebih strategis dan berorientasi pada solusi bisnis.
Baca juga: Customer Engagement Ecosystem untuk Relasi Bisnis Jangka Panjang
Pemanfaatan Customer Persona di Dunia Nyata
Banyak brand besar menggunakan pendekatan persona untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka:
-
-
- Tokopedia menggunakan persona “pembeli hemat” dan “penjual profesional” untuk menyesuaikan fitur aplikasi dan kampanye promosi.
- Nike membangun persona “atlet harian” untuk memasarkan produk kepada orang biasa yang ingin hidup sehat, bukan hanya atlet profesional.
- UMKM dapat menerapkan hal yang sama dengan menggunakan Chatbot AI yang mampu menyesuaikan respons berdasarkan tipe pelanggan: pelanggan baru, pelanggan loyal, atau pelanggan yang sudah lama tidak aktif.
-
Hubungan Customer Persona dengan Buyer Journey
Customer persona tidak berdiri sendiri; ia sangat berkaitan dengan buyer journey perjalanan pelanggan dari mengenal produk hingga akhirnya membeli. Buyer journey biasanya terbagi menjadi tiga tahap utama:
-
-
- Awareness (Kesadaran): pelanggan mulai menyadari masalah yang ingin dipecahkan.
- Consideration (Pertimbangan): pelanggan membandingkan berbagai solusi atau merek.
- Decision (Keputusan): pelanggan memilih produk atau layanan tertentu.
-
Dengan memahami persona, bisnis bisa menyesuaikan pesan dan strategi di setiap tahap. Misalnya:
-
-
- Untuk persona yang baru mengenal masalahnya, buat konten edukatif.
- Untuk persona di tahap pertimbangan, tampilkan perbandingan fitur atau testimoni.
- Untuk persona di tahap keputusan, berikan penawaran menarik atau jaminan garansi.
-
Dengan begitu, bisnis tidak hanya menjual produk, tetapi juga membangun hubungan yang relevan dan berkelanjutan dengan tiap tipe pelanggan.
Menghubungkan Customer Persona dengan Teknologi Chatbot AI
Setelah persona terbentuk, tahap berikutnya adalah menerapkannya dalam strategi komunikasi otomatis. Disinilah peran Chatbot AI seperti Dazo menjadi relevan. Chatbot dapat:
-
-
- Mengirim pesan promosi yang disesuaikan dengan profil pelanggan,
- Menjawab pertanyaan dengan gaya komunikasi yang sesuai persona,
- Mengingat riwayat pembelian pelanggan dan memberi rekomendasi produk baru.
-
Contohnya, persona “Rina” yang suka promo makan siang bisa menerima pesan otomatis:
“Hai Rina 👋, ada menu baru yang cocok buat makan siangmu! Pesan lewat WhatsApp dan nikmati diskon 20% hari ini.”
Pendekatan personal seperti ini bukan hanya meningkatkan penjualan, tapi juga memperkuat hubungan emosional dengan pelanggan.
Kesimpulan
Customer persona bukan sekadar dokumen pemasaran, melainkan peta jalan yang membantu bisnis memahami siapa pelanggan terbaik mereka. Dengan persona yang kuat, strategi promosi, layanan pelanggan, hingga inovasi produk bisa berjalan lebih efektif dan relevan.
Jika kamu ingin menerapkan strategi customer persona secara nyata, gunakan Dazo aplikasi Chatbot AI yang membantu UMKM mengelola interaksi pelanggan, CRM, dan penjualan bisnis secara otomatis. Dengan Dazo, setiap percakapan dengan pelanggan bisa menjadi langkah nyata untuk membangun hubungan yang lebih personal dan menguntungkan.
Referensi
The Science of Building Better Buyer Personas [Infographic], 2022 (Hubspot)



